MAKALAH
(Kebudayaan, Masyarakat, Masalah-Masalah Sosia)
Disusun Oleh Kelompok I :
Ketua : Muh.Fahmi Fajar
Sekertaris : Raihana Indah
Anggota : Ardiansyah Anggreyni Arafah
Akmal Akbar Tanjung
Sitti Hawa Dewi Sagita
Andi Arbidinata Satman
Assabrum Malik Mahar muharram
Alamsyah Rahmat Hidayat
Muzakkir Idharulhaq
Nur Ikhsan Muh. Ikhsan Adi Tangari
Muh. Nur Fausi Nanang Saputra
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan
Ilmu Pemerintahan
Ruangan
IP D
Universitas Muhammadiyah Makassar
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
rahmat-Nya,Kami dapat menyusun makalah Dasar-dasari ilmu sosial. Khususnya tentang pembahasan “Kebudayaan,
Masyarakat, Masalah-masalah Sosial”.
www.google.com
Makalah ini dibuat dalam rangka meningkatkan pembelajaran mata kuliah Pendidikan
Dasar-dasar ilmu sosial. Pemahaman tentang manusia dan hal – hal yang berkaitan
dengannya sangat diperlukan,dengan suatu tujuan agar beberapa masalah dapat diselesaikan dan
dihindari, sekaligus memperdalam wawasan bagi kita semua.
Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Drs.Musliha Karim,M.Si., selaku Dosen Dasar-dasar ilmu
sosial, Universitas Muhammadiyah
Makassar. Teman-teman
kami khususnya kelompok I. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada sumber-sumber
inspirasi makalah ini.
Makalah ini, tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena
kami juga masih dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu kritik, koreksidan saran, sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca. Terima kasih atas perhatiannya dan jikalau ada kesalahan
kata maupun tulisan Kami mohon maaf.
Makassar, 01 Desember 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
SAMPUL………………………………………………………………………...... i
KAKAT PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 2
C.
Tujuan ............................................................................................... 3
D.
Manfaat ............................................................................................ 3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebudayaan ........................................................................ 2
B. Masyarakat
...................................................................................... 2
C. Masalah-masalah sosial ..................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN
A.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebudayaan .......................... 4
B.
Bangsa Yang Multikultural Sebagai Tantangan Kebudayaan
Bangsa
Indonesia ............................................................................. 4
C.
Kondisi Budaya Indonesia Pada Era Globalisasi ............................. 5
D.
Unsur-unsur kebudayaan................................................................... 5
E.
Kebudayaan bangsa Indonesia.......................................................... 6
F.
Masyarakat........................................................................................ 7
G.
Pengertian masyarakat menurut beberapa ahli.................................. 7
H.
Cirri-ciri masyarakat.......................................................................... 8
I.
Masalah social................................................................................... 9
J.
Macam-macam masalah sosial dibidang pembangunan di
Indonesia........................................................................................... 10
K.
Factor yang menyebabkan masalah sosial......................................... 13
L.
Langkah strategis menanggulangi masalah sosial.............................. 16
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 19
B. Saran.................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini
telah banyak pengalaman yang diperoleh
bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara
Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya
kebudayaan nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam
lima tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi
(tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai ketidakmenentuan dan
kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (governance) dan kerukunan sosial (social
harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social
disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis,
pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali pelanggaran
hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak
jelas kapan saatnya krisis ini akan
berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah “bangsa
yang sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak pula menawarkan solusi.
Timbul
pertanyaan: mengapa bangsa kita dicemooh oleh bangsa lain? Mengapa pula ada
sejumlah orang Indonesia yang tanpa canggung dan tanpa merasa risi dengan mudah
berkata, “Saya malu menjadi orang Indonesia” dan bukannya secara Negara
menantang dan mengatakan, “Saya siap untuk mengangkat Indonesia dari
keterpurukan ini”? Mengapa pula wakil-wakil rakyat dan para pemimpin malahan
saling tuding sehingga menjadi bahan olok-olok orang banyak? Mengapa pula
banyak orang, termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus
“disingkirkan” sebagai dasar Negara? Kaum intelektual yang sama di masa lalu
adalah penatar gigih, bahkan “manggala” dalam pelaksanaan Penataran P-4.
Pancasila adalah “asas bersama” bagi bangsa ini (bukan “asas tunggal”). Di
samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat terhadap, bahkan menolak,
perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar amandemen) sehingga
perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan tersebut di atas maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini
bagaimana perkembangan budaya bangsa Indonesia dan eksistensinya dalam
kehidupan bangsa yang pluralistic, masyaakat dan cirri-cirinya serta
masalah-masalah sosial yang terjadi disekitar kita.
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan budaya
bangsa Indonesia dan eksistensinya dalam kehidupan bangsa yang pluralistic,
perkembangan masyarakat serta bagaimna cirri-ciri bagaimana yang dikatakan
masyarakat serta masalah-masalah sosial atau konflik-konflik tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Kebudayaan
Kebudayaan
didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian,
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,
rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara
selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku
dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan
dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan
dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.
Sebagai
pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam kepala manusia
dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia).
Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai,
norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan
dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi
serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai
tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam
menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai
tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi oleh pendukungnya
Dari
berbagai sisi, kebudayaan dapat dipdang sebagai: (1) Pengetahuan yang diyakini
kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut; (2) Kebudayaan
adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang mempunyai
kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan; (3) Sebagai pengetahuan
yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam
dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan; (4) Sebagai pedoman
bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan; karena
kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau berpedoman pada kebudayaan yang
dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
Sebagai
pengetahuan, kebudayaan berisikan konsep-konsep, metode-metode, resep-resep,
dan petunjuk-petunjuk untuk memilah (mengkategorisasi) konsep-konsep dan
merangkai hasil pilahan untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan dalam mewujudkan
tindakan-tindakan dalam menghadapi dan memanfaatkan lingkungan dan
sumber-sumber dayanya dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan
hidup. Dengan demikian, pengertian kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan
adalah sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
B.
MASYARAKAT
Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat
tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai
adat-istiadat dan aturan-aturan tertentu dan lambat laun membentuk sebuah
kebudayaan. Masyarakat juga merupakan sistem social yang terdiri dari sejumlah
komponen struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi, pemerintah, agama,
pendidikan, dan lapisan sosial yang terkait satu sama lainnya, bekerja secara
bersama-sama, saling berinteraksi, berelasi, dan saling ketergantungan (Jabrohim,
2004: 167).
Masyarakat adalah
sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu
dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas
ternetu.
Pengertian ini
menunjukkan adanya syarat-syarat sehingga disebut masyarakat, yakni adanya
pengalaman hidup bersama dalam jangka waktu cukup lama dan adanaya kerjasama
diantara anggota kelompok, memiliki pikiran atau perasaan menjadi bagian dari
satu kesatuan kelompoknya. Pengalaman hidup bersama menimbulkan kerjasama,
adaptasi terhadap organisasi dan pola tingkah laku anggota-amggota. Factor
waktu memegang peranan penting, sebab setelah hidup bersama dalam waktu cukup
lama, maka terjadi proses adaptasi terhadap organisasi tingkah laku serta
kesadaran berkelompok.
C. MASALAH
SOSIAL
Sebenarnya masalah sosial
merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat. Artinya problema tadi
memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan
terhadap penemuan-penemuan baru atau gagasan baru. Banyak perubahan yang
bermanfaat bagi masyarakat, walau kadang mengakibatkan kegoncangan terutama
bila perubahan berlangsung dengan sangat cepat dan bertubi-tubi. Masalah sosial
timbul ketika dalam jangka waktu tertentu masyarakat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan sosial yang ada. Kekurangan dalam diri manusia atau
kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomi, biologis psikologis, budaya
juga menjadi penyebab utama timbulnya masalah sosial ini.
Secara sosiologis, kemiskian merupakan salah satu problem sosial yang paling serius dialami oleh negara-negara berkembang. Secara umum kajian tentang kemiskinan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu yang pertama perspektif kultural (cultural perspective). Dan kedua adalah perspektif struktural atau situasional (situational perspective). Kedua perspektif tersebut mempunyai asumsi, metode dan pendekatan yang berbeda dalam menganalisis tentang kemiskinan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. KEBUDAYAAN
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebudayaan
Bebera faktor yang mempengaruhi
kebudayaan secara garis besar adalah :
a.
factor kitaran (lingkungan
hidup, geografis mileu) factor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan
suatu corak budaya sekelompok masyarakat;
b.
faktor induk bangsa ada dua
pandangan berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu pandangan barat dan
pandangan timur. Pandangan barat berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari
beberapa kelompok masyarakat mempunyai pengaru terhadap suatu corak kebudayaan.
Berdasarkan pandangan barat umumnya tingkat cauca soit dianggap lebih tinggi
dari pada bangsa lain,yaitu mingloid dan negroid. Sedangkan pandangan timur
berpendapat bahwa peran ihnduk bukan sebagai factor yang lebih dulu lahir dan
cukup tinggi pada saat bangsa barat masih “ tidur dalam kegelapan . hal itu
lebih jelas ketika dalam abad xx, bangsa jepang yang dapat diikatakan lebih
rendah daripada bangsa barat dan
c.
fakto saling kontak antar
bangsa. Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat sarana perhubungan yang
makin sempurna menebabkan satu bangsa mudah berhubungan dengan bangs lain.
Akibat daripada
adanya hubungan ini dapat atau tidak suatu bangsa mempertahankan jkebudayaanya
tergantung pada kebudayaan asing mana yang lebih kuat maka kebudayaan asli
dapat bertahan lebih kuat. Sebaliknya apabila kebudayaan asli lebih lemah
daripada kebudayaan asing maka lenyaplah kebudayaan aslidan terjadi budaya
jajahan yang sifatnuya tiruan.
2. Bangsa Yang Multikultural Sebagai Tantangan
Kebudayaan Bangsa Indonesia
Kita tidak dapat pula mengingkari sifat pluralistik
bangsa kita sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan
sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara Indonesia. Dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama
dengan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu
berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri
sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari.
Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-sukubangsa
yang terdapat di Indonesia perlu
dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan lingkungan alamnya,
tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya
perlu dapat didayagunakan bagi
pembangunan nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki hambatan
budayanya masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa yang satu dengan yang
lainnya. Maka menjadi tugas negaralah
untuk memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-masing
sukubangsa, dan secara aktif memberi
dorongan dan peluang bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai
kekuatan bangsa.
Banyak wacana
mengenai bangsa Indonesia
mengacu kepada ciri pluralistik bangsa
kita, serta mengenai pentingnya pemahaman tentang masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
multikultural. Intinya adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya
masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus diakui haknya untuk
mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka di tanah asal leluhur mereka.
Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik.
Kelangsungan dan berkembangnya kebudayaan lokal perlu
dijaga dan dihindarkan dari hambatan. Unsur-unsur budaya lokal yang bermanfaat
bagi diri sendiri bahkan perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan bangsa,
memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional.
Meskipun demikian, sebagai kaum
profesional Indonesia,
misi utama kita adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai aset
dan sumber kekuatan bangsa, menjadikannya suatu sinergi nasional, memperkukuh
gerak konvergensi, keanekaragaman.
Oleh karena itu, walaupun masyarakat multikultural
harus dihargai potensi dan haknya untuk
mengembangkan diri sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah kelahiran
leluhurnya, namun pada saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi
ruang dan kesempatan untuk mampu melihat
dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan
warganegara Indonesia, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah
leluhurnya termasuk sebagai bagian dari tanah air Indonesia. Dengan demikian,
membangun dirinya, membangun tanah leluhurnya, berarti juga membangun bangsa
dan tanah air tanpa merasakannya sebagai beban, namun karena ikatan kebersamaan
dan saling bekerjasama.
3. Kondisi Budaya Indonesia Pada Era
Globalisasi
Indonesia
merupakan negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya,
dengan memiliki keragaman yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai
penambah indahnya khasanah sebuah negara. Akan tetapi, mampukah Indonesia
pada jaman sekarang tetap mempertahankan integritas kebudayaannya. Apabila di
ulang kembali berbagai peristiwa yang terjadi, banyak kebudayaan Indonesia
yang telah di caplok oleh Negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan
jelas bahwa belum adanya kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
tentang kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain
untuk mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan teknologi informasi pada
masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan Indonesia menjadi kian merosot.
Sehingga menimbulkan berbagai opini yang tidak jelas, yang nantinya akan
melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah berbagai perubahan yang
berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak kesenian dan
bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa Indonesia akan terancam mati.
Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang sendiri telah
hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut memiliki nilai tinggi
dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman sekarang.
Sungguh ironis memang apabila ditelaah lebih jauh lagi.
Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan menonton saja. Sebagai warga negara
yang baik, mesti mampu menerapkan dan memberikan contoh kepada anak cucu
nantinya, agar kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun akan tetap
ada dan senantiasa menjadi salah satu harta berharga milik bangsa Indonesia
yang tidak akan pernah punah.
4.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Untuk lebih mendalami kebudayaan perlu dikenal beberapa masalah
lain yang menyangkut kebudayaan antara lain unsur kebudayaan. Unsur kebudayan
dalam kamus besar Indonesia
berarti bagian dari suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisi
tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayan disini lebih mengandung makna
totalitas dari pada sekedar perjumlahan usur-unsur yang terdapat di dalamnya.
Unsur kebudayaan terdiri atas :
b.
System regili dan upacara
keagamaan merupakan produk manusia sebagai homoriligius. manusia yang mempunyai
kecerdasan ,pikiran ,dan perasaan luhur ,tangapan bahwa kekuatan lain mahabesar
yang dapat “menghitam-putikan” kehidupannya.
c.
System organisasi kemasyarakatan
merupakan produk manusia sebagia homosocius.manusia sadar bahwa tubuh nay
lemah.namun, dengan akalnya manusia membuat kekuatan dengan menyusun
organisasikemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama untuk mencapai
tujuan baersama,yaitu meningatkan kesejahtraan hidupnya.
d.
System mata pencarian yang
merupakan produk dari manusia sebagai homoeconomicus manjadikan tinkat
kehudupan manusia secara umum terus meningkat.contoh bercocok tanam, kemudian
berternak ,lalu mengusahakan kerjinan, dan berdagang.
5.
Kebudayaan
Bangsa Indonesia
Di masa lalu, kebudayaan nasional
digambarkan sebagai “puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia”.
Namun selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia
perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya
adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial
yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta
kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling
mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-sama
menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Gagasan
tentang kebudayaan nasional Indonesia
yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang
saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo,
Perhimpunan Indonesia telah
menanamkan kesadaran tentang identitas Indonesia
dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam tiga hakekat, yaitu:
(1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan Indonesia.
Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda
pada tahun 1928.
Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional
ditandai oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di
antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang kemudian menjadi TNI,
PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum nasional, sistem perekonomian
nasional, sistem pemerintahan dan sistem birokrasi nasional). Di pihak lain,
kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan
patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari keyakinan akan
perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan martabat
bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa
dari subordinasi (ketergantungan, ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa
asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi
dan aspirasi untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar
selalu mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar dari
lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui pemberitaan maupun
pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal ini merupakan
faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional. Sistem dan media
komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula
untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.
B. MASYARAKAT
1.
Pengertian
Masyarakat
Istilah masyarakat
berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi,
atau “masyaraka” yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai
istilah “society”, yang sebelumnya berasal dari kata lain “socius” berarti
“kawan” (koentjoroningrat,1980). Pendapat sejenis juga terapat dalam buku
“Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial” karangan Abdul Syani (1987), dijelaskan
bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya
berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling
mempengaruhi, selanjutnya mendapat kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).
Dalam bahasa Inggris,
kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua penegrtian, yaitu society dan
community.
a.
Menurut Abdul Syani (1989), masyarakat sebagai
community dapat dilihat dari dua sudut pandang.
2)
Memandang community sebagai unsure statis, artinya community
terbentuk dalam suatu wadah atau tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia
menunjukkan bagiandari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula
disebut sebagai masyarakat setemnpat, misalnya kampong, dusun atau kota-kota
kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan
sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Disamping itu,
dilengkapi pula oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang
timbul atas akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia.
3)
Community dipandang sebagai unsure yang dinamis,
artinya menyangkut suatu proses (nya) yang
terbentuk melalui faktor psikologi dan hubungan antar manusia, maka di
dalamnya ada yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil contoh
tentang masyarakat pegawai negeri sipil, masyarakat ekonomi, masyarakat,
mahasiswa dan sebagainya.
b.
Dari kedua cirri khusus yang dikemukakan di atas,
berarti dapat diduga bahwa apabila suatu masyarakat tidak memenuhi cirri-ciri
tersebut, maka ia dapat disebut masyarakat society. Masyarakat dalm pengertian
society terdapat interaksi sosial, perhitungan-perhitungan rasional dan like
interest, hubungan-hubungan menjadi bersifat pamrih dan ekonomis (Abdul Syani,
2002)
2.
PENGERTIAN MASYARAKAT MENURUT BEBERAPA AHLI
a.
Ralp Linton (1936)
Masyarakat adalah
sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu
dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas
ternetu.
Pengertian ini
menunjukkan adanya syarat-syarat sehingga disebut masyarakat, yakni adanya
pengalaman hidup bersama dalam jangka waktu cukup lama dan adanaya kerjasama
diantara anggota kelompok, memiliki pikiran atau perasaan menjadi bagian dari
satu kesatuan kelompoknya. Pengalaman hidup bersama menimbulkan kerjasama,
adaptasi terhadap organisasi dan pola tingkah laku anggota-amggota. Factor
waktu memegang peranan penting, sebab setelah hidup bersama dalam waktu cukup
lama, maka terjadi proses adaptasi terhadap organisasi tingkah laku serta kesadaran
berkelompok.
b.
John Lewis Gillin dan John Gillin
(Gillin & Gillin) 1945
Masyarakat itu adalah
kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan
perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi
pengelompokkan-pengelompokan yang lebih kecil.
Pengertian ini
menunjukkan bahwa masyarakat itu meliputi kelompok manusia yang kecil sampai
dengan kelompok manusia dalam suatu masyarakat yang sangat besar, seperti suatu
Negara. Seperti kita ketahui bersama suatu Negara juga memiliki tradisi, sikap,
dan perasaan persatuan yang sama dengan keteraturan.
c.
Melville J. Herskovits atau Herkovits (1955)
Masyarakat adalah
sekelompok individu yang di organisasikan yang mengikuti satu cara hidup
tertentu. Penegrtian ini menekan adanya ikatan anggota kelompok untuk mengikuti
cara-cara hidup teretntu yang ada di dalam kelompok masyarakat.
d.
Koentjaningrat (1980)
Masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
bersama.
e.
Selo Soemardjan
masyarakat adalah
orang –orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
f.
Abdul Syani (1987)
Masyarakat merupakan
kelompo-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang
menurut hokum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan
tersendiri. Manusia diikat dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang
serta merta dan kebutuhan.
g.
Hassan Shaidly
Masyarakat sebagai
suatu golongan besar-kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya
bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain
3. CIRI-CIRI MASYARAKAT
Menurut Durkheim,
masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan
suatu system yang hanya dibentuk dari hubungan antar (anggota masyarakat),
sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai cirri-cirinya
sendiri.
a.
Soerjono Soekarno (1986) menyatakan, bahwa sebagai
suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka
masyarakat itu mempunyai cirri-ciri pokok, yaitu:
1.Manusia yang hidup bersama.
2.Bercampur untk waktu yang cukup lama
3.Mereka sadar bahwa merupakan suatu
kesatuan.
4.Mereka merupakan suatu system hidup
bersama
b.
Abu ahmad (1985) menyatakan, bahwa masyarakat harus
mempunyai cirri-ciri;
1.
Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan
pengumpulan binatang.
2.
Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suati
daerah tertentu.
3.
Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur
mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan berama.
c.
Abdul Syani (2003) menyebutkan, masyarakat ditandai
oleh cirri-ciri;
1.
Adanaya interaksi
2.
Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek
kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu
3.
Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana
individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompok.
d.
Menurut Syani (2002), ada beberapa unsure ynag
terkandung dalam istilah masyarakat, antara lain sebagai berikut.
1.
Sejumlah manusia yang hidup bersama dalam waktu yang
realif lama didalamnya manusia dapat saling mengerti dan merasa serta mempunyai
harapan-harapan sebagai akibat dari hidup bersama itu. Terdapat system
komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar-manusia dalam
masyarakat tersebut.
2.
Manusia yang hidup bersama itu merupakan suatu kesatuan
3.
Manusia yang hidup bersama itu merupakan suatu system
hidup bersama, yaitu hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan, oleh karenanya
setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan
kelompoknya.
e.
Menurut Mac Iver (dalam Harsodjo, 1927), bahwa dalam
masyarakat terdapat suatu system cara kerja dan prosedur dari otoritas dan
saling bantu-membantu, yang meliputi
1. Kelompok-kelompok dan
pembagian-pembagian sosial lain
2. System dari pengawasan tingkah laku
manusia dan kebebasan
f.
Menurut Hasan Shadly, dalam bukunya “Sosiologi untuk
Masyarakat Indonesia” bahwa manusia akan tertarik kepada hidup bersama dan
masyarakat didorong oleh beberapa factor.
1.
Hasrat yang berdasar naluri (kehendak biologis yang
diluar penguasaan akal) untuk mencari teman hidup, pertama untuk memenuhi
kebutuhan seksual yang bersifat biologis sebagaimana terdapat pada semua
makhluk hidup.
2.
Kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari
kekuatan bersama yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain sehingga
dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan
sehari-hari dengan usaha bersama. Keadaan demikian ini juga akhirnya mendorong.
C. MASALAH-MASALAH SOSIAL
1.
Definisi Masalah Sosial Menurut Para Ahli
Sebenarnya
masalah sosial merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat. Artinya
problema tadi memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya
hambatan-hambatan terhadap penemuan-penemuan baru atau gagasan baru. Banyak
perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat, walau kadang mengakibatkan
kegoncangan terutama bila perubahan berlangsung dengan sangat cepat dan
bertubi-tubi. Masalah sosial timbul ketika dalam jangka waktu tertentu
masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sosial yang ada.
Kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor
ekonomi, biologis psikologis, budaya juga menjadi penyebab utama timbulnya
masalah sosial ini.·
2. Perspektif Sosiologi
Masalah Sosial adalah situasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai perlu diatasi (dipemecahankan). Pandangan pekerja sosial adalah terganggunya fungsi sosial, sehingga mempengaruhi kemampuan memenuhi kebutuhan, dan peranan-peranannya di masyarakat. Kondisi yang dipandang orang atau masyarakat sebagai situasi yang tidak diharapkan.
a. Menurut Gillin dan Gillin
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan sosial. Apabila antara unsur moral, politik, pendidikan, agama, kebiasaan dan ekonomi terjadi bentrokan, maka hubungan sosial akan ikut terganggu sehingga mungkin akan terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
b. Menurut Horton dan Leslie, 1984
Situasi sosial yang tidak diinginkan oleh sejumlah orang karena dikhawatirkan akan mengganggu sistem sosial dan perilaku orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah perilaku yang menyimpang dari nilai atau norma-norma.
c. Zastrow, 2000
Masalah sosial adalah suatu kondisi sosial yang mempengaruhi sejumlah besar orang yang memerlukan perbaikan segera dengan sekumpulan tindakan-tindakan.
d. Pincus dan Minahan, 1975
Masalah sosial adalah suatu situasi atau kondisi sosial yang dievaluasi oleh orang-orang sebagai suatu situasi atau kondisi yang tidak mengenakkan atau situasi problematic.
e. Menurut Soerjono Soekanto
Masalah sosial (problema sosial) merupakan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat, bersifat sosial dan berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Jadi pada dasarnya masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Oleh karena itu masalah sosial tidak akan mungkin dibahas tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
f. Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984
Masalah sosial merupakan suatu gejala (fenomena) sosial yang mempunyai dimensi atau aspek kajian yang sangat luas atau kompleks, dan dapat ditinjau dari berbagai perspektif (sudut pandang atau teori). Suatu fenomena atau gejala kehidupan dikatakan sebagai masalah sosial (social problems) adalah apabila:
1. Sesuatu yang dilakukan seseorang itu telah melanggar atau tidak sesuai dengan nilai-norma yang dijunjung tinggi oleh kelompok;
2. Sesuatu yang dilakukan individu atau kelompok itu telah menyebabkan terjadinya disintegrasi kehidupan dalam kelompok; dan
3. Sesuatu yang dilakukan inidividu atau kelompok itu telah memunculkan kegelisahan, ketidakbahagiaan individu lain dalam kelompok.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan unsur-unsur masalah sosial yaitu:
· Adanya suatu situasi atau kondisi sosial;
· Adanya sekelompok orang yang mengevaluasi situasi atau kondisi sosial tersebut;
· Adanya evaluasi terhadap situasi atau kondisi sosial tersebut sebagai tidak mengenakkan;
· Adanya alasan-alasan mengapa situasi atau kondisi tersebut sebagai tidak mengenakkan.
3. Macam-macam Masalah Sosial Bidang Pembangunan Di Indonesia
a. Masalah Pendidikan
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
b. Masalah Kemiskinan
Dalam kajian sosiologi pembangunan, konsep kemiskinan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu yang pertama kemiskinan absolut (a fixed yardstick). Konsep kemiskinan absolut ini dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkit. Ukuran ini lazimnya berorientasi pada kebutuhan dasar dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pangan, papan dan sandang. Besarnya ukuran setiap negara berbeda. Kedua, kemiskinan relatif (the idea of relative). Konsep kemiskinan relatif ini dirumuskan berdasarkan atau memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsi ini, bahwa kemiskinan di daerah satu dengan daerah lain tidak sama, demikian juga antara waktu dulu dengan sekarang berbeda. Ketiga, kemiskinan subjektif. Konsep kemiskinan sbjektif ini dirumuskan berdasarkan perasaan individu atau kelompok miskin. Kita menilai individu atau kelompok tertentu miskin, tetapi kelompok yang kita nilai menganggap bahwa dirinya bukan miskin, atau sebaliknya. Konsep kemiskinan ketiga inilah yang lebih tepat apabila memahami konsep kemiskinan dan bagaimana langkah strategis dalam menangani kemiskinan (Usman, S. 1998; Tjokrowinoto, W. 2004).
c. Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Pengertian perilaku menyimpang (deviasi sosial) adalah semua bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Jadi, perilaku menyimpang remaja adalah semua bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
v Diantara bentuk atau macam-macam perilaku menyimpang remaja antara lain:
a. Tawuran antar pelajar;
b. Penyimpangan seksual meliputi homoseksual, lesbianisme, dan hubungan seksual sebelum nikah;
c. Alkoholisme;
d. Penyalahgunaan obat terlarang atau narkotika;
e. Kebut-kebutan di jalan raya;
f. Pencurian atau penipuan, dan bentuk-bentuk tindakan kriminalitas lainnya.
v Kenakalan remaja pada umumnya diawali dari munculnya gejala-gejala, antara lain:
a. Sikap apatis terhadap kewajiban-kewajiban normatif yang melekat pada dirinya;
b. Adanya kecenderungan sikap untuk suka mengganggu teman lainnya;
c. Sikap kecewa yang berlebihan karena tidak terpenuhinya keingian tertentu;
d. Kurang fokus atau perhatian terhadap suatu agenda kegiatan tertentu;
e. Sikap takut yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap merugikan dirinya; dan
f. Ketidakmampuan untuk berperan dalam kelompok atau sikap ‘manja’ yang berlebihan (Sudarsono, 1995).
v Bentuk penyimpangan perilaku remaja dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Penyimpangan primer, yaitu penyimpangan yang sifatnya temporer, sementara, dan masyarakat masih bisa mentolerir;
b. Penyimpangan sekunder, yaitu penyimpangan yang dapat merugikan atau mengancam keselamatan orang lain, misalnya tindakan kriminal;
c. Penyimpangan kelompok, yaitu penyimpangan yang dilakukan secara kelompok, misalnya geng untuk berkelahi, narkotik; dan
d.
Penyimpangan
individu, yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan secara sendiri.
d. Masalah Lingkungan Hidup
Problem atau masalah lingkungan hidup harus menjadi perhatian yang sangat serius, karena persoalan lingkungan adalah:
1. Menyangkut jaminan kualitas kelangsungan kehidupan generasi dimasa-masa yang akan datang; dan
2. Kegagalan dalam menangani persoalan lingkungan akan membawa dampak negatif disemu sektor kehidupan, baik dalam level lokal, nasional dan bahkan dunia, misalnya: terjadinya bencana banjir, pemanasan global; tanah longsor dan sebagainya.
Proses pembangunan dan industrialisasi di negara-negara maju dan berkembang ternyata membawa dampak munculnya masalah pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran laut atau air. Meningkatnya pencemaran lingkungan tersebut secara langsung atau tidak langsung mendorong munculnya beragam problem kehidupan di berbagai aspek, misalnya:
1. Tingkat kualitas kesehatan masyarakat semakin terancam;
2. Kualitas kesuburan tanah dan ekosistem lingkungan fisik terancam;
3. Kualitas air sebagai sumber kehidupan semakin tercemar;
4.
Terjadinya pencemaran
udara, karena polusi industri, dan sebagainya.
Menurut Eitzen, dalam Soetomo (1995).
e. Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Masalah konflik Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok (SARA), bagi negara-negara berkembang yang multikultural (termasuk Indonesia) adalah problem yang sewaktu-waktu bisa muncul, dan dapat mengganggu kelancaran proses pembangunan. Oleh karena setiap desain pembangunan dan pelaksanaan pembangunan harus betul-betul meminimalkan terjadinya konflik SARA (Warnaen, S. 2002; Nugroho, F, (eds). 2004). Unsur-unsur konflik SARA adalah:
1. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat konflik;
2. Ada tujuan yang menjadi sasaran konflik, dan tujuan tersebut sebagai sumber konflik.
3. Ada perbedaan pikiran, perasaan dan tindakan untuk meraih tujuan yang saling memaksakan atau menghancurkan.
Ciri-ciri konflik SARA adalah:
1. Bersifat alamiah;
2. Anggota suku, agama, ras, antar kelompok yang terlibat konflik cenderung lebih terdorong untuk melakukan konflik berikutnya untuk kepentingan kelompoknya;
3. Umumnya terjadi antara SARA mayoritas dengan minoritas;
4. Sering diiringi dengan kekerasan yang berlangsung dalam ruang dan waktu tertentu;
5. Mereka yang terlibat konflik merasa belum puas karena kebutuhan mereka belum terpenuhi; dan
6. Konflik melibatkan dua kelompok kepentingan yang saling memperebutkan kebutuhan hidup (Suryadinata, L., dkk. 2003; ; Liliweri, A.. 2005).
f. Masalah Kriminalitas
Kriminalitas atau tindakan kriminal merupakan problem sosial yang bersifat laten (selalu ada dalam kehidupan masyarakat atau negara manapun), namun tindakan kriminal bukanlah penyimpangan perilaku yang dibawa sejak lahir, tetapi tindakan kriminal merupakan hasil dari sosialisasi sub budaya menyimpang. Tindakan kriminal sering dikategorikan sebagai tindak pidana atau tindakan yang melanggar hukum pidana. Diantara contoh tindakan kriminal adalah: korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan, penipuan atau pemalsuan, penculikan, perkosaan, sindikat narkotik atau penyalahgunaan obat terlarang.
g. Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Aksi protes, pergolakan daerah dan pelanggaran HAM, merupakan masalah sosial yang cukup kompleks, dan menuntut adanya perhatian khusus dalam pemecahannya. Telebih kondisi sosial budaya masyarakat yang multikultural, seperti di Indonesia. Hampir setiap hari terjadi aksi protes dan demonstrasi di daerah-daerah. Hal ini tentu dapat mengganggu proses perubahan atau pembangunan masyarakat.
4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Sosial
Masalah sosial atau masalah sosial timbul akibat adanya gejala-gejala abnormal yang timbul di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan, yang selanjutnya disebut masalah sosial.
Masalah sosial ini berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Untuk itu terjadi sedikit saja pergeseran diantara nilai-nilai sosial dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan, maka hubungan antarmanusia yang terdapat di dalam kerangka bagian kebudayaan yang normatif akan ikut terganggu.
Namun setiap masyarakat tentunya mempunyai ukuran yang berbeda mengenai hal ini, misalnya soal gelandangan merupakan masalah social yang nyata yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Akan tetapi belum tentu masalah tadi dianggap sebagai masalah sosial di tempat lain. Faktor waktu juga mempengaruhi masalah sosial ini. Selain itu, ada juga masalah-masalah yang tidak bersumber pada penyimpangan norma masyarakat, seperti masalah pengangguran, penduduk, kemiskinan.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : kemiskinan, pengangguran dan lain-lain.
2. Faktor Budaya : perceraian, kenakalan remaja, dan lain-lain.
3. Faktor Biologis : penyakit menular.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dan lain-lain.
a. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Pendidikan
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya sarana fisik;
2. Rendahnya kualitas guru;
3. Rendahnya kesejahteraan guru;
4. Rendahnya prestasi siswa;
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan;
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan; dan
7. Mahalnya biaya pendidikan.
b. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Kemiskinan
Secara sosiologis, kemiskian merupakan salah satu problem sosial yang paling serius dialami oleh negara-negara berkembang. Secara umum kajian tentang kemiskinan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu yang pertama perspektif kultural (cultural perspective). Dan kedua adalah perspektif struktural atau situasional (situational perspective). Kedua perspektif tersebut mempunyai asumsi, metode dan pendekatan yang berbeda dalam menganalisis tentang kemiskinan.
Pertama, perspektif kultural. Konsep kemiskinan dalam perspektif kultural dikelompokkan menjadi tiga tingkatan analisis, yaitu yang pertama tingkatan individu, hal ini berarti kemiskinan karena mentalitas individu yang malas, apatis, fatalistik, pasrah, boros, dan tergantung (mentalitas negatif). Kedua adalah tingkatan keluarga, hal ini berarti kemiskinan karena jumlah anak dalam keluarga sangat besar, dengan pola budaya keluarga yang tidak produktif. Dan yang ketiga adalah tingkatan masyarakat, hal ini berarti kemiskinan kerena tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif.
Kedua, perspektif struktural. Konsep kemiskinan dalam perspektif struktural adalah kemiskinan yang terjadi karena dampak dari faktor-faktor struktur masyarakat (faktor eksternal), yaitu terjadinya kemiskinan karena:
1. Program atau perencanaan pembangunan yang tidak tepat;
2. Pelaksanaan kekuasan pemerintahan (birokrasi pemerintah) yang korup;
3. Kehidupan sosial-politik yang tidak demokratis atau otoriter;
4. Sistem ekonomi liberalistik atau kapitalistik;
5. Perkembangnya teknologi modern atau industrialisasi yang mekanistik disemua aspek;
6. Kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat sangat tinggi;
7. Globalisasi ekonomi dan pasar bebas. Jadi, menurut perspektif struktural kemiskinan itu terjadi karena faktor ekternal, sedangkan menurut perspektif kultural kemiskinan itu terjadi karena mentalitas individu atau kelompok (Usman, S. 1998; Tjokrowinoto, W. 2004).
c. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Faktor-faktor penyebab terbentuknya perilaku menyimpang remaja, antara lain:
1. Ketidaksanggupan menyerap norma budaya;
2. Adanya ikatan sosial yang berlainan dengan yang dimiliki;
3. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang;
4. Akibat kegagalan dalam proses sosialisasi;
5. Sikap mental yang tidak sehat;
6. Keluarga yang broken home atau keluarga yang disintegrasi;
7. Pelampiasan rasa kecewa yang berlebihan;
8. Dorongan yang berlebihan untuk dipuji;
9. Proses belajar yang menyimpang;
10. Dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang salah; dan
11. Pengaruh lingkungan dan media masa yang negatif
(Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Sudarsono, 1995).
d. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Lingkungan Hidup
Ada beberapa faktor kekuatan sosial (perilaku manusia) yang menyebabkan terjadinya penceran dan ancaman kelestarian lingkungan, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan makanan, energi dan beberapa kebutuhan lainnya;
2. Konsentrasi penduduk di daerah perkotaan (urbanisasi) menyebabkan munculnya beragam limbah yang dapat merusak ekosistem;
3. Proses pembangunan dan modernisasi yang meningkatkan pengunaan tekbologi modern yang bersifat konsumerisme dan mengabaikan keselamatan lingkungan; dan
4. Aktivitas dan mekanisme pasar, bekerja tanpa pertimbangan keselamatan atau kelestarian lingkungan hidup.
e. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Sumber-sumber konflik SARA, yaitu:
1. erbedaan orientasi nilai budaya dan masing-masing saling memaksakan kehendak;
2. Tertutupnya pintu komunikasi antar masing-masing pihak sehingga tidak bisa saling memahami pola budaya;
3. Kepemimpinan yang tidak efektif; pengambilan keputusan yang tidak adil;
4. Ketidakcocokan peran-peran sosial, yang disertai dengan pemaksaan kehendak;
5. Produktivitas masing-masing pihak rendah dalam kelompok, sehingga kebutuhan kelompok tidak terpenuhi;
6. Terjadinya perubahan sosial budaya yang bersifat revolusioner, sehingga terjadi disintegrasi sosial-budaya;
7. Karena latar belakang historis yang tidak baik; dan
8. Kesenjangan sosial-ekonomi
(Soetomo, 1995; Liliweri, A.. 2005).
f. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Kriminalitas
Hal-hal yang mendorong terjadinya perilaku menyimpang dalam bentuk tindakan kriminal antara lain:
1. Terjadinya perubahan sosial, politik, ekonomi yang bersifat revolusi, misalnya terjadi peperangan;
2. Terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat yang begitu besar, sebagai akibat kesalahan strategi atau perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan;
3. Adanya peluang atau kesempatan untuk terjadinya tindakan kriminal, karena alat-alat penegak hukum tidak tegas atau tidak ada kepastian hukum di masyarakat;
4. Pemerintah yang lemah (tidak bersih) dan aparat pemerintah yang korup, atau banyak muncul penjahat kerah putih (white collar crime) di setiap departemen pemerintah atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi;
5. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak terkendali, sehingga jumlah pengangguran dan urbanisasi meningkat;
6. Kondisi kehidupan keluarga yang disintegratif; dan
7. Berkembangnya sikap mental negatif, misalnya: hedonistis, konsumersitis, suka menempuh jalan pintas dalam meraih tujuan dan sejenisnya (Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Soetomo, 1995).
g. Faktor-faktor yang Menyebabkan Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Diantara sebab terjadinya aksi protes, pergolakan daerah dan pelanggaran HAM, antara lain:
· Terjadinya dominasi mayoritas kepada minoritas disertai dengan tindakan sewenang-wenang dalam berbagai aspek kehidupan; atau adanya pemaksaan kehendak antar kelompok di masyarakat;
· Terjadinya kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat yang sangat tinggi;
· Terjadinya perebutan antar kelompok di masyarakat tentang sumber-sumber mata pencaharian hidup;
· Adanya pemaksaan ideologi kelompok satu kepada kelompok lainnya (berkembangnya sikap eksklusifisme/ primordialisme); dan
· Adanya tradisi masa lalu sebagai warisan sejarah tentang konflik antar kelompok atau antar ethnik.
5. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Sosial
a. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Pendidikan
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
b. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Kemiskinan
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan antara lain:
1. Menyusun perencanaan pembangunan yang tepat dan integral;
2. Melaksanakan program pembangunan di segala bidang, yang berbasis kerakyatan;
3. Meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara maksimal sesuai dengan amanat UUD 1945;
4. Reformasi birokrasi (transparansi, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya pembangunan);
5. Menegakkan kepastian hukum dan berkeadilan; dan
6. Meningkatkan peran serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan media massa dalam proses pembangunan.
(Dwipayana, Ari (Ed). 2003; Tjokrowinoto, W. 2004)
c. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Penyimpangan Perilaku Remaja dan Kenakalan Remaja
Diantara langkah strategis untuk meminimalkan terjadinya kenakalan remaja antara lain:
1. Menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama (menunjung tinggi nilai spiritual);
2. Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis (hubungan antara ayah, ibu dan anak terjalin dengan baik);
3. Mewujudkan kesamaan nilai, norma yang dipegang antara ayah dan ibu dalam mendidik anak;
4. Memberikan kasih sayang secara wajar atau proporsional (tidak memanjakan anak);
5. Memberikan perhatian secara proporsional terhadap beragam kebutuhan anak;
6. Memberikan pengawasan secara wajar atau proporsional terhadap pergaulan anak di lingkungan masyarakat atau teman bermainnya; dan
7. Memberikan contoh tauladan yang terbaik pada anak, dan setiap pemberian layanan pada aak diarahkan pada upaya membentuk karakter atau mentalitas positif.
(Coleman, J.W and Cressey, D.R. 1984; Wilis,S. 1994).
d. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Lingkungan Hidup
Ada beberapa langkah strategis dalam menangani masalah pencemaran lingkungan hidup, yaitu:
· Menerapkan sistem hukum secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap pelaku penceramaran lingkungan;
· Melakukan gerakan perlawanan terhadap pencemaran lingkungan hidup pada semua lapiran masyarakat, misalnya gerakan reboisasi, menjalankan konservasi, dan melakukan daur ulang;
· Melakukan kontrol dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk;
· Melakukan inovasi teknologi, yaitu teknologi yang ramah lingkungan;
· Membudayakan gaya hidup masyarakat yang konsumeris dan mekanis (orientasi kekinian) berubah pada orientasi hidup pada kelangsungan generasi mendatang (orientasi masa depan); dan
· Mengembangkan pendidikan kelestarian lingkungan di setiap jenjang pendidikan.
(Soetomo, 1996, Usman, S. 1998)
e. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antarkelompok)
Strategi penyelesaian konflik, antara lain:
Pertama, melakukan manajemen konflik. Manajemen konflik adalah: “tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasi, digerakkan dan dievaluasi secara teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik”. Ada delapan konsep dalam melakukan manajemen konflik, yaitu:
· Pengakuan diri bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada konflik;
· Analisis situasi yang menyebabkan konflik;
· Analisis pola perilaku pihak-pihak yang terlibat konflik;
· Menentukan pendekatan konflik yang dapat dijadikan model penyelesaian;
· Membuka semua jalur-jalur komunikasi, baik langsung atau tidak langsung;
· Melakukan negoisasi atau perundingan dengan pihak-pihak yang terlibat konflik;
· Rumuskan beberapa anjuran, alternatif, konfirmasi relasi sampai tekanan; dan
· Hiduplah dengan penuh motivasi kerja dengan konflik.
Semua konflik tidak mungkin dihilangkan sama sekali, yang bisa hanya diminimalkan.
Kedua, melakukan analisis konflik, yaitu melakukan penelitian tentang pola budaya antar etnik atau kelompok yang sedang konflik. Tujuan penelitian ini adalah:
· Akan dapat melacak sejarah etnik, karena sejarah budaya etnik sangat menentukan karakter etnik masing-masing;
· Menjelaskan faktor penyebab konflik antar etnik;
· Melakukan interpretasi terhadap konflik etnik dengan melihat sebab-sebabnya;
· Mengelaborasi nasionalisme etnik dan peranannya dalam eskalasi konflik sosial; dan
· Menggambarkan situasi khusus yang terjadi dalam kondisi kekinian dan meprediksi kondisi keakanan;
Ketiga, melakukan pendidikan komunikasi lintas budaya. Diantara strategi pendidikan komunikasi lintas budaya adalah memberlakukan pendidikan multikultural yang terintegrasi pada setiap mata pelajaran di setiap satuan pendidikan. Inti pendidikan multikultural adalah, demokratisasi, humanisasi dan pluralis (Sutrisno, L. 2003; Suryadinata, L., dkk. 2003).
f. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Kriminalitas
Pendekatan atau metode yang dapat ditempuh untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal adalah:
· Metode preventif, yaitu cara pencegahan melalui pemberian informasi (penyuluhan), pendidikan, pelaksanaan program pembangunan yang benar;
· Metode represif, yaitu cara pencegahan melalui pemberian hukuman, penangkapan dan pemenjaraan sampai pada penembakan. Metode terbaik dalam menangani tindak kriminal adalah metode preventif (Wilis,S. 1994).
g. Langkah Strategis Menanggulangi Masalah Aksi Protes, Pergolakan Daerah, dan Pelanggaran HAM
Ada beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam proses pembangunan masyarakat Indonesia, untuk meminimalkan terjadinya aksi protes, demonstrasi, tindak kriminal, dan pelanggaran HAM, antara lain:
v Merumuskan pokok-pokok kebijakan pembangunan masyarakat, antara lain:
· Membangunan harus memihak rakyat, dinamis-berkelanjutan, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasikan;
· Pembangunan harus memanfaatkan secara baik sumber daya masyarakat dan meningkatan partisipasi peran masyarakatnya;
v Memprioritaskan pembangunan SDM, yaitu membangun ketaatan pada prinsip-prinsip moral (hukum) dan agama; sikap kesetiakawanan sosial; kreativitas; produktivitas; pengembangan rasionalitas; dan kemampuan menegakkan kemandirian untuk berkarya;
v Program yang disusun di sektor pembangunan masyarakat, betul-betul memperhatikan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat, dengan memperhatikan skala prioritas dan kondisi lingkungan fisik serta sosio-budaya masyarakatnya;
v Proses pembangunan sosial, ekonomi dan politik masyarakat, harus lebih meningkatkan kearah otonomi daerah dan otonomi masyarakat yang lebih berkualitas;
v Proses pelaksanaan pembangunan masyarakat hendaknya dilakukan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan keuangan; dan
v Karena basis ekonomi masyarakat Indonesia adalah pertanian, maka program pembangunan harus berbasis pada pembangunan teknologi pertanian di pedesaan.
(Usman, S., 1998; Dwipayana, Ari (Ed). 2003; Tjokrowinoto, 2004
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan di atas maka kesimpulan
yang dapat dipaparkan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
rakyat Indonesia
yang pluralistik merupakan kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset nasional,
bukan resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional harus diberdayakan,
ditingkatkan potensi dan produktivitas
fisikal, mental dan kulturalnya.
Kedua, tanah air Indonesia sebagai aset nasional
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote,
merupakan tempat bersemayamnya semangat kebhinekaan. Adalah kewajiban politik
dan intelektual kita untuk mentransformasikan “kebhinekaan” menjadi
“ketunggalikaan” dalam identitas dan kesadaran nasional.
Ketiga, diperlukan penumbuhan pola pikir yang
dilandasi oleh prinsip mutualisme, kerjasama sinergis saling menghargai dan
memiliki (shared interest) dan menghindarkan pola pikir persaingan tidak
sehat yang menumbuhkan eksklusivisme, namun sebaliknya, perlu secara
bersama-sama berlomba meningkatkan daya saing dalam tujuan peningkatan kualitas
sosial-kultural sebagai bangsa.
Keempat, membangun kebudayaan nasional Indonesia
harus mengarah kepada suatu strategi
kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa
bangsa kita?” yang tentu jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan entrepreneurial,
menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional Indonesia, berfalsafah dasar
Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan
mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga
mampu menjaga perdamaian dunia”.
Kelima, yang kita hadapi saat ini adalah krisis
budaya. Tanpa segera ditegakkannya upaya
“membentuk” secara tegas identitas nasional dan kesadaran nasional, maka bangsa
ini akan menghadapi kehancuran
Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat
tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai
adat-istiadat dan aturan-aturan tertentu dan lambat laun membentuk sebuah
kebudayaan. Masyarakat juga merupakan sistem social yang terdiri dari sejumlah
komponen struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi, pemerintah, agama,
pendidikan, dan lapisan sosial yang terkait satu sama lainnya, bekerja secara
bersama-sama, saling berinteraksi, berelasi, dan saling ketergantungan
(Jabrohim, 2004: 167).
Sebenarnya masalah
sosial merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat. Artinya problema
tadi memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan
terhadap penemuan-penemuan baru atau gagasan baru. Banyak perubahan yang
bermanfaat bagi masyarakat, walau kadang mengakibatkan kegoncangan terutama
bila perubahan berlangsung dengan sangat cepat dan bertubi-tubi. Masalah sosial
timbul ketika dalam jangka waktu tertentu masyarakat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan sosial yang ada. Kekurangan dalam diri manusia atau
kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomi, biologis psikologis, budaya
juga menjadi penyebab utama timbulnya masalah sosial ini.
B.
Saran
Kebudayaan
bangsa Indonesia
merupakan kebudayaan yang terbentuk dari berbagai macam kebudayaan suku dan
agama sehingga banyak tantangan yang selalu merongrong keutuhan budaya itu tapi
dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang masih eksis dalam terpaan zaman.
Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya itu
menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa Timur (2003).
Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural. Surabaya: Penerbit Forum Rektor
Simpul Jawa Timur Universitas Surabaya.
Sulastomo (2003). Reformasi: Antara Harapan dan
Realita. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Swasono, Meutia F.H. (1974). Generasi Muda
Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa. Skripsi Sarjana.
Jakarta: Fakultas Sastra UI.
--- (1999). “Reaktualisasi dan Rekontekstualisasi Bhinneka Tunggal Ika dalam
Kerangka Persatuan dan Kesatuan Bangsa”, makalah pada seminar yang
diselenggarakan oleh IAIN Syarif Hidayatullah dan Yayasan Haji Karim Oei,
Jakarta, 6 Mei.
--- (2000a). “Reaktualisasi
Bhinneka Tunggal Ika dalam Menghadapi Disintegrasi Bangsa”, makalah diajukan
dalam Simposium dan Lokakarya Internasional dengan tema “Mengawali Abad ke-21: Menyongsong
Otonomi Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa”,
diselenggarakan oleh Jurnal Antropologi Indonesia bekerjasama dengan Jurusan
Antropologi Universitas Hasanuddin, di
Makassar, 1-5 Agustus 2000.
Swasono, S.E.
(2003b). Kemandirian Bangsa, Tantangan Perjuangan dan Entrepreneurship
Indonesia. Yogyakarta: Universitas Janabadra.
Tambunan, A.S.S.
(2002). UUD 1945 Sudah Diganti Menjadi UUD 2002 Tanpa Mandat Khusus Rakyat.
Jakarta: Yayasan Kepada Bangsaku.
Dra.Musliha
Karim,M.Si.2008.Pengantar Sosiologi.Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar